Anak ayah-bunda sulit menangkap pelajaran? Ananda mengalami masalah perkembangan? Setelah tes IQ, Psikolog menyatakan anak Ayah-Bunda tergolong Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dan sebaiknya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB). Ayah-Bunda pasti kaget, sedih, dan terutama bingung. Yuk, kita cermati bersama!
Apa sih anak-anak berkebutuhan khusus itu? Anak-anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang memiliki keterbatasan pada satu atau lebih aspek pertumbuhan dan/atau perkembangan. Bisa ada gangguan pada panca indera, pada anggota gerak, pada kapasitas kecerdasan, gangguan pemusatan perhatian, maupun masalah emosi-perilaku. Keterbatasan itu yang membuat mereka butuh penanganan spesial dan harus dijalankan secara rutin, agar menjadi efektif dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Dikarenakan mereka spesial, tentu tidak bisa dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki kebutuhan khusus. Tentu dalam aspek pendidikan, mereka punya kemampuan yang berbeda serta metode pengajaran yang harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing anak. Standar penilaian kemampuan mereka juga harus dibedakan tentunya. Untuk itulah didirikan sekolah luar biasa. Sekolah Luar Biasa (SLB) punya guru-guru yang mendalami tentang anak berkebutuhan khusus, sehingga mereka bisa menemukan metode yang cocok dan tentunya menyesuaikan dengan kondisi anak.
Di sisi lain, ABK juga dikenal dengan istilah difabel (different abilities). Mereka punya potensi (pasti dong! Karena Tuhan itu Maha Adil), tapi kalau dipaksa di sekolah umum, pendidikan para ABK akan terus-menerus fokus pada aspek akademik (yang biasanya menjadi kelemahan mereka), maka potensi mereka malah makin terkubur. Sedangkan di SLB, fokus utamanya adalah mengasah keterampilan dan kemandirian.
Lalu bagaimana dengan sekolah umum? Sekolah umum, baik negeri, swasta, sekolah alam, dll, harus mengikuti kurikulum dengan target capaian yang berlaku secara luas. Misalnya siswa kelas 1 sudah harus lancar baca-tulis dan operasi perhitungan sederjhana. Tentunya target tersebut disesuaikan untuk anak-anak pada umumnya (ya tentu saja, makanya dinamakan sekolah umum). Di sini kita berbicara tentang kemampuan yang dikuasai pada anak dengan rentang umur yang setara ya.
Bisa nggak sih anak-anak berkebutuhan khusus sekolah bareng anak-anak umum? Bayangkan saja demikian, anak-anak tuna netra sekelas bersama anak-anak yang bisa melihat. Apa memungkinkan? Bisa jadi, kalau sekolahnya menyediakan buku-buku braille atau ada guru yang membacakan soal ujian. Atau anak dengan gangguan pendengaran ikut duduk di kelas bersama anak-anak yang bisa mendengar? Bisa jadi, kalau ada guru yang menerangkan dengan isyarat atau tidak ada ujian lisan. Atau anak-anak yang tidak bisa bicara dengan jelas bersekolah bareng teman-temannya yang bicara dengan lancar? Bisa jadi, kalau memang sekolah menyediakan terapis.
Kalau memang mau menerapkan program inklusi, maka harus siap dengan fasilitas dan SDM yang mendukung. Sayangnya, sebagian besar sekolah tidak memiliki sumber daya yang memadai untuk menangani para ABK. Para ABK ini akhirnya kurang mendapat perhatian sementara mereka memiliki kebutuhan khsusu yang artinya membutuhkan perhatian khusus. Mereka hanya sekedar masuk, duduk di kelas, namun tidak mendapatkan stimulasi secara tepat, karena guru bingung cara mengajarkan mereka. Tidak hanya masalah belajar, para ABK ini pun kerap mengalami berbagai kesulitan emosi maupun sosialisasi.
SLB memang masih punya citra yang buruk dan rentan mendatangkan gunjingan dari orang lain, tapi Ayah-Bunda yang bijaksana pasti ingin yang terbaik untuk anak-anak spesialnya. Oleh karena itu, tenangkan diri terlebih dulu saat menerima hasil pemeriksaan buah hatimu. Cari informasi sebanyak-banyaknya dari sumber yang terpercaya, seperti dokter anak, psikolog, guru, atau langsung berkunjung ke SLB dekat tempat tinggal Ayah-Bunda. Ayah-Bunda bisa mencari tahu komunitas orangtua dengan ABK dan saling berbagi pengalaman, serta saling menguatkan.
Tidak apa bila Ayah-Bunda lelah, bingung dan butuh bantuan. Banyak pihak yang tak segan mengulurkan tangan. Tetap kuat sebagai pasangan dan tidak saling menyalahkan. Yakinlah bahwa anak-anak luar biasa dianugerahkan Tuhan untuk orangtua yang luar biasa. Terima dan cintai anak Anda apa adanya.
Penulis: Mardiana Hayati Solehah, M.Psi., Psikolog
Editor: M. Chalid Bahar., S.Psi., M.M., Psikolog
Gambar: https://unsplash.com/photos/iDCtsz-INHI