Apa kabar Ayah Bunda?
Sahabat AyahBunda akan membahas perkembangan emosi pada anak usia 3-4 tahun. usia 3-4 thn, anak mulai mengembangkan otonomi dirinya sehingga perilaku yang tampak adalah anak terlihat sangat egois, susah diatur, semaunya sendiri, mudah marah/tantrum. Sebenarnya periode “menyebalkan” tersebut ternyata merupakan dasar bagi anak untuk mengembangkan kemandirian dan kemampuan untuk belajar menunda dorongan/keinginan yang ada dalam dirinya.
Tentunya, untuk “lulus” dalam tahapan ini, anak sangatlah membutuhkan bantuan dari kedua orang tuanya. Orang tua serta lingkungan terdekatnya lah yang akan menentukan apakah si anak kemudian akan mengembangkan kepribadian yang mandiri, bisa bersabar, bisa menerima bahwa tidak semua keinginannya dapat terpenuhi serta bisa berbagi dengan orang lain, atau justru sebaliknya. Karena itu, mutlak diperlukan kesabaran yang luar biasa dari para orang tua dalam menghadapi mereka.
Sebelumnya, ada baiknya Ayah Bunda mengevaluasi pola asuh dan penerapan disiplin yang diterapkan di rumah. Dalam hal ini, Ayah dan Bunda harus memiliki pandangan yang sama tentang pola asuh dan penerapan disiplin yang akan diterapkan. Setelah Ayah dan Bunda sama-sama kompak, maka tugas selanjutnya adalah berusaha semaksimal mungkin agar pola asuh, disiplin serta aturan-aturan yang dibuat benar-benar diterapkan secara konsisten. Karena, meski rencana pola asuh dan aturan yang akan diterapkan itu bagus, tetapi bila tidak dijalankan dengan konsisten, maka hal yang kita harapkan (pembentukan karakter dan perilaku anak yang positif) tidak akan tercapai.
Semua anak, terutama anak-anak yang aktif, sangat memerlukan aktivitas yang terstruktur. Jadi, tidak bisa kita membiarkan anak menghabiskan waktunya tanpa arahan, sehingga mereka hanya berlarian, lompat-lompat di kursi atau di tempat tidur, atau hanya membongkar-bongkar mainannya saja. Karena itu, baiknya Ayah Bunda mulai menata kegiatan si kecil dengan membuatkan jadwal kegiatan harian, sementara di waktu luang anak, Ayah Bunda bisa memberikan alternatif kegiatan. Misalnya, setelah pulang sekolah dan makan siang, Bunda bisa memberikan alternatif kegiatan yang bisa dipilih anak seperti bermain playdough atau melukis. Atau di sore hari, apakah si kecil mau bersepeda atau jalan-jalan keliling di sekitar komplek perumahan. Saat week-end, Ayah Bunda bisa mengajak si kecil hiking ke tempat-tempat yang tempatnya berkontur (turun naik) atau membawanya berenang. Untuk anak-anak yang cenderung aktif, orang tua harus memberikan banyak alternatif kegiatan, terutama kegiatan-kegiatan yang bisa memuaskan kebutuhan kerja ototnya.
Setelah Ayah Bunda sepakat terhadap pola asuh dan penerapan disiplin, juga telah membuat jadwal kegiatan untuk si kecil secara terstruktur, maka langkah selanjutnya adalah membuat sistem reward terhadap perilaku anak. Ayah Bunda bisa menerapkan sistem bintang, atau wajah smile dan menempelnya pada Papan Prestasi yang sudah dibuat. Orangtua bisa menulis 3 prioritas perilaku yang diharapkan pada anak. Sehingga bila dalam 1 hari anak berhasil melakukan 1 perilaku, maka di malam hari sebelum tidur, Ayah atau Bunda bisa memberikan stiker agar ia menempelnya di papan prestasi. Misalnya:
KEGIATAN |
Senin |
Selasa |
Rabu |
Kamis |
Jum’at |
Sabtu |
Minggu |
Mandi pagi dan sore |
|
|
|
|
|
|
|
Bicara dengan suara lembut |
|
|
|
|
|
|
|
Bicara yang santun |
|
|
|
|
|
|
|
Membantu merapikan mainan* |
|
|
|
|
|
|
|
Belajar makan sendiri* |
|
|
|
|
|
|
|
*Contoh Perilaku lain yang diharapkan orang tua
Bila saya mendapatkan 7 stiker, maka saya akan mendapat…………………….. dari Ayah Bunda
Bila saya mendapatkan 15 stiker, maka saya akan mendapat ………………….. dari Ayah Bunda
Bila saya mendapatkan 30 stiker, maka saya akan mendapat ………………….. dari Ayah Bunda
Hal lain yang tidak boleh terlupa adalah reward yang berupa pujian yang tulus serta pelukan atau ciuman setiap kali anak melakukan perilaku positif, apa pun itu. Ucapan-ucapan "I love you", "Ayah dan Bunda cinta kamu", "Papa dan Mama sayang sekali sama Kakak", adalah ucapan-ucapan yang bisa memperkuat bukti bahwa kita mencintai mereka. Untuk perilaku yang negatif, baiknya kita tidak perlu memperhatikannya, cukup menegurnya dengan suara yang tegas bahwa kita tidak suka bila anak melakukan hal tersebut. Misalnya, ketika anak bicara kotor, kita bisa katakan: "Maaf sayang, Bunda sedih sekali bila kamu mengucapkan kata-kata itu, karena itu tidak baik." Bila anak masih mengucapkan, jangan pedulikan, tapi alihkan perhatiannya pada aktivitas lain. Nanti, saat Bunda bercerita atau mendongeng, Bunda bisa memasukkan nilai-nilai yang Bunda harapkan (Misalnya: anak yang sopan dan bicara yang baik pasti akan disayang semua orang, dan sebaliknya).
Semoga Bermanfaat.
Fajriati Maesyaroh, S.Psi., Psikolog